Peningkatan Keselamatan Kerja dengan Lean Construction
- 28/02/2018
- Posted by: Nugra Kasih
- Category: Lean Construction
“Semua pekerjaan yang bersifat layang (elevated) di Indonesia, yang memerlukan pekerjaan dengan beban berat, seperti pemasangan girder dan pilar/pierhead, dihentikan sementara,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di kantornya, Selasa (20/2/2018). Demikian keputusan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono setelah kejadian kecelakaan kerja pada proyek tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) terjadi. Pekerjaan infrastruktur yang dihentikan adalah kereta ringan (LRT), transportasi massal cepat (MRT), Tol Trans-Sumatera, tol di Sulawesi, Jalan Tol Trans-Jawa, hingga Kalimantan, jembatan panjang.
Di Amerika Serikat, Industri konstruksi adalah industri dengan tingkat risiko keselamatan kerja tertinggi, berdasarkan jumlah kecelakaan kerja fatal maupun tidak fatal. Pada tahun 2014, 874 kecelakaan kerja fatal terjadi. Meskipun jumlah tenaga konstruksi, hanya 5% dari seluruh tenaga kerja di Amerika Serikat, industri konstruksi menyumbang 20% dari total kecelakaan kerja baik fatal maupun tidak fatal. Tergelincir, tersandung, dan jatuh adalah 15% penyebab dari kecelakaan yang menyebabkan kematian. Sebanyak 65% dari seluruh pekerja kontraktor bekerja menggunakan scaffolding yang menyebabkan 4.500 cedera dan enam puluh fatality setiap tahunnya
Di Indonesia, sektor konstruksi juga merupakan sektor industri penyumbang terbesar dalam hal angka kecelakaan kerja. Menurut data dari Badan Penyelenggara Jasa Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, sektor konstruksi ter data sebagai yang terbanyak untuk kecelakaan kerja dari tahun ke tahun. Secara nasional, angka kecelakaan kerja sektor konstruksi, selalu berada di angka 32 persen. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, 101.367 kecelakaan kerja dan yang jumlah yang meninggal dunia sebanyak 2.362 orang terjadi pada tahun 2016, dan 110.367 kecelakaan kerja pada tahun 2015 dengan jumlah meninggal dunia sebanyak 2.375 orang. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat angka kecelakaan kerja di Indonesia cenderung terus meningkat. Sebanyak 123 ribu kasus kecelakaan kerja tercatat sepanjang 2017.
Tercatatnya kerugian secara finansial yang terjadi pada tahun 2017, dengan penyebab 20% naiknya jumlah kejadian kecelakaan kerja tahun 2017 dibandingkan tahun 2016, Total kecelakaan kerja pada 2017 sebanyak 123 ribu kasus dengan nilai klaim Rp 971 miliar lebih. Angka ini meningkat dari tahun 2016 dengan nilai klaim hanya Rp 792 miliar lebih.
Dari semua sub sektor dari konstruksi, konstruksi struktur, fondasi, dan beton menjadi sub sektor yang mempunyai kecelakaan kerja yang berakibat fatal tertinggi dari seluruh sub sektor di konstruksi, berikut daftarnya:
- Kontraktor bidang khusus (fondasi, beton, struktur) — 48%
- Sipil dan Heavy Engineering (utiliti, saluran pembuangan, minyak, jalan dan jembatan) — 17%
- Kontraktor Bangunan (perumahan, renovasi, tempat tinggal) — 16%
- Kontraktor Equipment (pelistrikan, pipa, air & heating) — 12%
- Kontraktor Finishing Bangunan (insulasi, painting, pemasangan lantai) 7%
Sistem manajemen konstruksi yang tradisional, menunjukkan bahwa safety dalam bekerja menjadi tanggung jawab sepenuhnya pada bagian konstruksi, tapi desainer telah teridentifikasi sebagai pihak yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap safety pada saat melakukan kegiatan konstruksi. Para desainer merancang susunan dan komponen dari facility, sistem kontrol dan bagaimana proyek tersebut akan di konstruksikan. Safety pada konstruksi akan mengalami peningkatan jika perancang memperhatikan konsekuensi keselamatan kerja dari rancangan desain mereka. Tingginya kadar kecelakaan dalam konstruksi dipengaruhi oleh rancangan dari proyek tersebut. Sebagai contoh, 42% dari 224 kecelakaan fatal di Amerika dalam kurun waktu 1990 dan 2003 terkait dengan keputusan yang dibuat pada saat perancangan, sebelum dilakukannya konstruksi.
Kecelakaan di tempat kerja dapat memberikan efek negatif pada cost, jadwal, dan kualitas. Maka, meningkatkan safety di tempat kerja adalah bentuk dari pengurangan pemborosan dan peningkatan nilai. berdasarkan “Hierarchy of Controls” (HoC), eliminasi bahaya konstruksi di sumbernya akan lebih efektif meningkatkan keselamatan kerja. Lean Construction menjadi metode manajemen konstruksi yang paling efektif dalam menghilangkan waste dan meningkatkan value dari pekerjaan konstruksi.
PQI Consultant – PQI Consultant sudah mengembangkan dan memadukan Lean Construction dengan TPS, TPM, LCQP, 6S, LPS, QFD Matrix, Creative PSDM, Risk Management, JSA & HIRADC yang dilandasi “Indonesian Culture” dengan ESQ & NLP yang menghasilkan pendekatan yang lebih sistematis dan komprehensif.
Bagaimana Aplikasi Lean Construction?
Metode Lean construction adalah sistem yang terdiri dari serangkaian tools yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dari proyek dengan meningkatkan value dari proyek dan menghilangkan pemborosan. Lean construction fokus pada melakukan pekerjaan secara cross functional team dan continuous improvement pada seluruh dimensi dari konstruksi, seperti: desain, konstruksi, proses aktivasi, dan proses maintenance. Metode ini akan mengatur dan meningkatkan proses konstruksi dengan pembiayaan yang minimum dan peningkatan value yang berfokus pada kebutuhan customer. Menggunakan tools dari lean construction, dengan menghilangkan pemborosan dan meningkatkan efisiensi, sering berdampak pada pengurangan step dari proses, penggunaan material, dan pengurangan gerakan yang dibutuhkan yang akan mengakibatkan berkurangnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Beberapa tools dari Lean Construction yang akan efektif dalam meningkatkan keselamatan kerja pada tahap konstruksi:
- Last Planner System,Last Planner System adalah tools dari Lean Construction dalam melakukan perencanaan yang didasarkan pada konsep Lean Manufacturing yaitu pull system, melakukan perencanaan berawal dari hasil dan nilai akhir yang di harapkan dan ditargetkan dari konstruksi. Proses perencanaan yang detail dan dari seluruh pihak yang terkait dengan mempertimbangkan faktor keselamatan kerja, akan sangat meningkatkan program keselamatan kerja yang ada pada saat konstruksi.
- Visual Management, Meningkatkan penggunaan visualisasi di tempat konstruksi adalah tentang mengkomunikasikan pesan yang penting dan harus dimengerti oleh seluruh pekerja. Mengkomunikasikan alur kerja, target dari kinerja, protokol keselamatan kerja, jadwal, dan target kualitas akan lebih mudah di ingat dan di mengerti dengan tools dari Lean Construction. Memvisualisasikan rate dari kecelakaan yang terjadi akan membuat para pekerja mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di lapangan dan dapat melakukan training safety yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan keselamatan kerja tersebut.
- Aplikasi 6S, 6S terdiri dari Seiri (Sort), Seiton (Set in order), Seiso (Shine), Seiketsu (Standardize), Shitseku (Sustain), dan Safety. Metode ini digunakan untuk membuat tempat kerja bersih, rapi dan teratur dan menciptakan lingkungan kerja yang aman. Proses keselamatan kerja dalam hal ini menciptakan safety event yang akan menciptakan budaya continuous improvement dalam meningkatkan safety.
- Huddle dan Toolbox Meeting, Huddle Meeting dilakukan oleh seluruh tim dalam konstruksi yang dilakukan setiap hari, guna untuk menciptakan budaya continuous improvement. Selain huddle meeting juga ada toolbox talk yang adalah diskusi yang berfokus pada masalah safety yang terjadi, yang bisa dilakukan setiap hari saat huddle meeting langsung di area kerja.
- Prevention through Design, Salah satu tools dalam Lean Construction ini berguna untuk menghilangkan bahaya kerja dari sumbernya dengan cara modifikasi design berdasarkan proses operasional pengerjaan konstruksi. Menggunakan cross functional teams yang akan menilai dan memodifikasi desain pada saat tahap desain dengan konsep melindungi pekerja konstruksi dengan memperhitungkan keselamatan kerja dari setiap pekerja.
Gunakan Lean Construction untuk peningkatan Keselamatan Kerja yang signifikan
Dengan menerapkan konsep, metode, dan struktur berpikir dari Lean Contruction oleh seluruh manajemen dan juga pekerja konstruksi dalam proyek, akan terjadi peningkatan secara signifikan keselamatan kerja pada proyek konstruksi. Dengan konsep “Right First Time”, Lean Construction harus dilakukan secara menyeluruh dari awal proyek konstruksi, yang membutuhkan setiap pekerja dan juga manajemen untuk mendapatkan training yang tepat mengenai Lean Construction dan bagaimana menerapkannya pada masing-masing paket kerja yang ada.